PENDIDIKAN BERKARAKTER



Berbicara tentang pendidikan dewasa ini, tidak dapat dilepaskan oleh peranan pendidikan berkarakter. Ironis memang ketika melihat realitas di negeri ini, dimana pendidikan kita bukannya membaik, tetapi semakin melemah. Sebagai contoh yaitu kasus kekerasan atau tawuran antar pelajar yang marak terjadi pada tahun 2011 lalu. Lihat saja pemberitaan di televisi, ada kasus bentrokan beberapa pelajar SMA Negeri di Jakarta dengan wartawan salah satu televisi swasta. Belum lagi kasus kekerasan yang melibatkan beberapa mahasiswa antar fakultas dalam 1 kampus. Sebenarnya penyebab permasalahan yang terjadi ini hanya sepele, namun lunturnya jiwa nasionalime dan kemerosotan moral merupakan faktor utama dari semua kasus yang ada. Kita memiliki masalah yang cukup serius yaitu pada mentalitas dan moral bangsa.  Pendidikan kita seharusnya lebih menekankan pada pembangunan karakter nasionalisme, bukan pada pencapaiaan kecerdasan intelektual saja.
Melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi
 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Dari bunyi pasal diatas terdapat 5 dari 8 potensi peserta didik yang implementasinya begitu lekat dengan tujuan pendidikan berkarakter. Kelekatan inilah yang menjadi dasar hukum begitu urgennya pelaksanaan pendidikan berkarakter.
Pembentukan pendidikan berkarakter dapat dimulai sejak dini. Belajar pada diri individu dapat terjadi jika lingkungan beserta isinya mampu mengembangkan situasi kondusif yang membelajarkan dan si belajar mau berinteraksi dengan sumber belajar yang ada di lingkungannya. Tidak ketinggalan juga, pemberian siraman rohani keagamaan juga perlu.  Apapun agama seseorang pastinya mengajarkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Jika sejak kecil sudah diajarkan akhlak yang baik, maka kedepannya juga akan berdampak baik. Lingkungan sekitar juga mampu mempengaruhi “behavior”  atau sikap seseorang. Contoh kasusnya, ada seorang anak yang tinggal di lingkungan radikal. Setiap harinya di lingkungannya selalu saja ada keributan, tawuran antar kampung, perjudian atau sabung ayam dan sebagainya. Maka dari sinilah, seorang anak dapat terpengaruh oleh kondisi lingkungan yang kurang kondusif dan mengakibatkan tingkah lakunya dapat berubah. Karena kekerasan sudah menjadi pemandangan biasa setiap harinya. Oleh sebab itu, peran orangtua/keluarga disini sangat urgent sekali untuk membentuk kepribadian seorang anak. Anak diberi ilmu keagamaan, diberikan contoh-contoh yang baik, sehingga akan tercipta lingkungan yang baik.
Wamendiknas pun mengatakan bahwa, pada dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yang diberikan Ilahi, yang kemudian membentuk jati diri dan prilaku. Dalam prosesnya sendiri fitrah Ilahi ini dangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga lingkungan memilki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri dan prilaku.
Oleh karena itu Wamendiknas mengatakan bahwasanya sekolah sebagai bagian dari lingkungan memiliki peranan yang sangat penting. Wamendiknas menganjurkan agar setiap sekolah dan seluruh lembaga pendidikan memiliki school culture , dimana setiap sekolah memilih pendisiplinan dan kebiasaan mengenai karakter yang akan dibentuk. Lebih lanjut Wamendiknas pun berpesan, agar para pemimpin dan pendidik lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut.
Di sekolah, peran guru tak hanya mengajar, namun juga sebagai pendidik. Pendidik disini adalah menjadi orangtua di lingkungan sekolahnya. Guru memberikan nilai-nilai luhur serta memotivasi siswanya untuk berkembang ke arah yang lebih baik sehingga anak ini mampu berkompetensi di era persaingan yang bebas dan tantangan dunia global lainnya. Moral, intelektual, integritas merupakan modal untuk mewujudkan kepribadian yang berkarakter. Salah satu universitas swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta ini misalnya, kampus UAD mempunyai motto  “moral and intellectual integrity” , artinya apa, disini diharapkan agar mahasiswa UAD ke depannya nanti tak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, namun memiliki integritas moral yang berkarakter islami.
Dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan kebutuhan hakiki manusia untuk terus meningkatkan harkat, martabat dan peradaban agar dapat tetap eksis dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan global. Namun generasi masa depan tidak cukup hanya mengandalkan kecerdasan inteletual saja, namun perlu juga berbekal pendidikan karakter. Pendidikan karakter ini sangat urgen dalam membentuk akhlak dan paradigma masyarakat Indonesia. Harapannya agar generasi muda mampu menjadi SDM yang berkualitas dengan tetap mengacu pada nilai-nilai luhur kepribadian bangsa. Semoga pendidikan karakter ini tidak hanya menjadi proses pencarian watak bangsa saja, melainkan sebagai corong utama titik balik kesuksesan peradaban bangsa. Amiiin.

0 comments:

Post a Comment